• Berita

UM Purworejo Maknai Islam dan Keberagaman Melalui UMPwr Menyapa

  • Berita

UM Purworejo Maknai Islam dan Keberagaman Melalui UMPwr Menyapa

blog-thumb

UM Purworejo Maknai Islam dan Keberagaman Melalui UMPwr Menyapa

  • Humas
  • 19 Agustus 2020
  • Dibaca 1334 Kali

Kamis (13/8/2020), telah digelar Webinar Internasional Islam dan Keberagaman “Memaknai Kemerdekaan dan Islam Rahmatan lil ‘Aalamiin dalam Sudut Pandang Sosio-Politik”. Acara tersebut merupakan agenda dari Lembaga Pengkajian, Pendalaman, Pengamalan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (LP3AK) Universitas Muhammadiyah Purworejo yang digelar secara daring melalui Zoom Cloud Meeting.
Acara yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam tersebut menghadirkan 4 pembicara dari berbagai negara, yakni Prancis, Afganistan, New Zealand, Australia serta 1 pembicara dari UM Purworejo. Hadir juga pada kesempatan tersebut Rektor UM Purworejo, Dr. Rofiq Nurhadi, M.Ag. yang memberikan sambutan sekaligus membuka acara. Sedangkan pesertanya berasal dari Indonesia dan beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Bangladesh, Azerbaijan, Usbekistan, Prancis, India, Turki, Sinegal, dan Algeria.
Acara diawali dengan bacaan ayat suci Al-Quran oleh Ahmad Komaruddin, S.Pd., dilanjutkan presentasi pertama oleh Tri Ermayani, M.Ag. yang merupakan Wakil Rektor IV Bidang Al-Islam dan Kemuhammadiyahan dan Kerjasama. Dalam presentasinya, Tri Ermayani memberikan gambaran tentang Islam dalam masyarakat berbudaya serta memperkenalkan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang bergerak di bidang sosial pendidikan. Selain itu, dirinya juga memperkenalkan UM Purworejo sebagai institusi pendidikan dibawah naungan Muhammadiyah dan berbagai kegiatan keagamaan yang ada di UM Purworejo.“Di UMPurworejo, ada banyak kegiatan keagamaan yang diatur oleh LP3AK, antara lain kajian tahsin, tadarus Al-Quran, tarawih, tutorial Al-Quran dari mahasiswa, pegawai, maupun dosen. Selain itu juga ada penyaluran zakat fitrah oleh LazisMu UM Purworejo,” jelasnya.   
Sementara itu, pembicara dari Prancis, Afganistan, New Zealand dan Australia membagikan pengalaman dan pandangan mereka sebagai muslim di negara-negara minoritas Islam. Dipandu oleh Puspa Dewi, M.Pd. (dosen PBI UM Purworejo) selaku moderator, serta Edy Sunjayanto, S.S, M.Pd. yang juga salah satu dosen PBI sebagai interpreter, acara berjalan lancar hingga akhir acara.    
Reza Pahlevi, yang pernah studi di New Zealand selama 3.5 tahun menceritakan pengalamannya menjadi saksi mata dari tragedi penembakan yang terjadi di Christchurch. Dirinya merasakan solidaritas yang tinggi pasca tragedi yang merenggut banyak nyawa umat muslim disana. “Solidaritas sangat terasa dari umat muslim maupun non-muslim setelah tragedi dan ditunjukkan secara spontan seperti reaksi dari komunitas Maori yang memberikan perlindungan saat ibadah jamaah. Selain itu, dari pemerintah juga memberikan bantuan baik materi maupun moral, memberikan santunan pemakaman, membuat regulasi, membuat investigasi, membuka bantuan dari luar dan mencegah tragedi berulang kembali,”ungkapnya.
Renata Sadjad, pembicara ketiga pada webinar tersebut menyampaikan beberapa poin tentang membangun nilai-nilai Islam dalam keluarga dan komunitas. Renata yang tinggal bersama suami dan anaknya di Brisbane, Australia, berbagi tentang pengalamannya dalam membangun nilai-nilai Islam kepada anaknya. Menurutnya, nilai-nilai Islam perlu ditanamkan mulai dari keluarga, seperti melakukan shalat 5 waktu bersama, puasa bersama, mengikuti TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) serta mengajarkan tentang makhluk ciptaan Tuhan dan berusaha memeliharanya.
Namun menurutnya, membangun nilai-nilai Islam di lingkup keluarga tidaklah cukup. Kita juga perlu membangunnya dalam komunitas yang mendukung keyakinan kita. “Banyak komunitas muslim dari berbagai negara dan mereka bergotong royong, salah satunya gotong royong mendirikan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an),” ungkapnya. Meskipun demikian, dirinya menambahkan, banyak tantangan yang harus dihadapi dalam menjalankan TPA, mulai dari waktu belajar yang singkat hingga peserta yang tidak tentu jumlahnya. “Tantangannya adalah bagaimana kita bisa membangun nilai-nilai islam hanya selama 3 jam dalam seminggu”, tuturnya.  
Selain itu, Renata juga bercerita tentang pengalamannya mendapatkan makanan halal di Australia. “Australia mendukung sertifikasi halal, sehingga cukup mudah menemukan makanan halal disini,” ungkapnya.    
Sementara itu, Zahidullah (Afganistan) dan Farida (Prancis) batal mengisi acara karena mengalami kendala di negaranya masing-masing. Namun, acara tetap mendapat respon baik dari peserta, tampak dari antusiasme peserta yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada pembicara.
“Saya harap setelah webinar, kita bisa belajar tentang kebersamaan, persatuan dan kerjasama,” pungkas Renata mengakhiri pembicaraannya.